PERGUNAKAN MULUT KITA UNTUK MENGUTARAKAN HAL-HAL YANG BAIK
Efesus 4:29-32
"Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu,
tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya
mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." - Efesus 4:29
Tahun Ibrani 5780 yang sedang kita masuki saat ini mengandung
suatu pesan yang baik untuk kita perhatikan dan ikuti. Angka "80" disebut Pey (atau Peh,
tergantung dialek) dalam bahasa Ibrani.
Angka ini juga digambarkan sebagai mulut, yaitu bagian tubuh kita yang
terutama dipergunakan untuk berkata-kata dan berkomunikasi; penekanannya disini
(bukan mulut sebagai bagian tubuh untuk makan/pencernaan). Kita hendaknya menjaga segala perkataan kita
-- termasuk tulisan di apps chatting dan medsos -- baik itu dalam doa kita
kepada TUHAN maupun dalam interaksi dengan sesama kita. Firman TUHAN
dalam Efesus 4:29-32 mengajarkan beberapa hal yang perlu kita perhatikan
sehubungan dengan mulut/perkataan:
1. Perkatakan hal yang baik dan membangun, agar
yang mendengarnya pun terberkati (29)
Salah satu efek dari besarnya penggunaan apps medsos dan
chatting yang sekarang ini banyak rupa dan jumlahnya, adalah rendahnya
interaksi sosial secara langsung.
Interaksi tidak lagi dilakukan secara tatap muka (face to face) sehingga
penulis tidak bisa melihat akibat langsung dari apa yang ia perkatakan/ tuliskan. Di dalam komunikasi secara langsung kita bisa
melihat reaksi wajah atau bahasa tubuh dari lawan bicara saat mereka
mendengarkan perkataan kita. Dari reaksi
mereka, kita bisa menyesuaikan perkataan kita, termasuk cara kita
menyampaikannya.
Melalui interaksi langsung, kita belajar menjadi peka dan
sensitif dengan lawan bicara kita.
Hal-hal ini tidak di dapatkan --atau setidaknya terbatas-- melalui
medsos atau chatting seperti Whatsapp.
Itulah sebabnya mekanisme emoji ditambahkan agar memungkinkan penulis
memberi efek emosional di tulisannya agar pembacanya setidaknya mengerti apa
yang menjadi maksud si penulis.
Kelemahan dari berkomunikasi secara dunia maya seperti inilah
yang membuat banyak hari-hari ini menuliskan kalimat/kata-kata kebencian,
makian, ketidaksopanan seenaknya, karena si penulis tidak melihat atau
merasakan langsung efek dari kata-kata mereka.
Hasilnya? Berapa banyak anak-anak
muda yang di-bully secara online menjadi depresi dan bahkan ada yang bunuh diri
seperti di Korea, karena yang mem-bully tidak menyadari atau memperhatikan
bagaimana perkataan mereka telah menyakiti anak tersebut.
Sebagai anak-anak TUHAN, Allah meminta kita agar menjaga
perkataan kita. Sebagaimana Yesus dalam
berkata-kata selalu menjadi berkat bagi banyak orang yang mendengarkan-Nya,
demikian juga kita sebagai orang percaya yang bertumbuh ke arah Kristus Yesus,
maka kita juga perlu meneladani tindakan-Nya tersebut.
Perkataan yang baik bukan berarti yang mendayu-dayu atau
lembut; itu adalah cara berbicara. Yang
dimaksudkan disini adalah perkataan-perkataan yang membangun. Jika diperlukan, bisa saja terdengar
"keras" tetapi jika itu dibutuhkan untuk kebaikan lawan bicara kita,
maka sampaikanlah dengan baik dan sedemikian rupa dengan bijak.
2. Perkataan yang sia-sia akan mengecewakan
TUHAN (30-32)
Tentu sebagai orang percaya hal yang sangat tidak kita
inginkan adalah membuat hati TUHAN sedih dan kecewa. Perkataan (termasuk posting-an) yang sia-sia
pun mendukakan hati TUHAN. Ingatlah
bahwa hidup kita yang penuh dosa dan
sia-sia ini telah Kristus tebus dengan harga yang mahal. Jangan kemudian mulut yang sudah Allah tebus
ini kemudian kita pergunakan untuk hal-hal yang TUHAN tidak suka.
Mulut adalah hal yang penting.
Itulah juga sebabnya kita Roh Kudus tercurah untuk memampukan kita
melakukan apa yang TUHAN perintahkan, maka hal pertama yang di kuduskan adalah
mulut, yaitu dengan Bahasa Roh. Namun
ingat juga bahwa apa yang meluncur keluar dari mulut kita berasal dari dalam
hati dan pikiran kita. Jika perasaan dan
pikiran kita tidak ditundukkan kepada Firman dan Roh Kudus, maka segala hal
yang buruk seperti kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah akan
meluncur dari mulut kita. Contoh: TUHAN
meminta kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita, sebagaimana Ia sendiri
telah mengampuni kita yang berdosa kepada-Nya.
Pengampunan yang kita terima, kini kita teruskan kepada orang yang
menyakiti kita. Waktu kita tidak mau mengampuni,
artinya kita tidak meneruskan pengampunan-Nya dan tidak menghargai apa yang Ia
lakukan. Kita juga artinya tidak
melakukan apa yang Dia perintahkan. Kita
malah memilih untuk tetap pahit, geram, marah dan bertikai tanpa henti dengan
orang tersebut, sekalipun mungkin bahkan ia sudah memohon maaf.
Agar perkataan kita baik, perasaan hati dan pikiran kita pun
harus baik. Dengan kekuatan sendiri
tidak akan tercapai. Itulah sebabnya
kita butuh Roh Kudus. Roh Kudus yang
menguduskan dan memampukan kita agar hidup kita jadi berkat bagi orang lain,
termasuk dalam hal perkataan kita.
Karena Roh Kudus ada dalam kita, maka Ia juga akan memberi peringatan
dalam hati kita, kalau kita hendak mengutarakan sesuatu yang Allah tidak
suka. Pilihannya kemudian adalah
ditangan kita: apakah mau mengikuti apa yang Roh Kudus nyatakan
(peringatan-Nya) atau tetap saja berkata-kata seenaknya kita saja? Jangan dukakan hati Allah, mari kita ikuti
apa yang Ia mau. Yang Allah mau adalah
kita hidup penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sama seperti Kristus telah
lakukan kepada kita. Amin. (CS)