DIMENSI
BARU DALAM HIDUP KITA
“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang
tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah
Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang
semakin besar.” (2 Korintus 3:18)
Kita telah memasuki tahun 2020, Tahun Dimensi Yang Baru. Kata
“dimensi” dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah ukuran yang mencakup
panjang, lebar, tinggi, luas dan lainnya. Dimensi juga bermakna salah satu
aspek yang meliputi atribut, elemen, item, fenomena, situasi atau faktor yang
membentuk suatu entitas. Jika kita merenungkan ayat bacaan kita diatas yang
merupakan salah satu nats dari tema tahun 2020, jelaslah bahwa janji TUHAN bagi
kita, dimensi yang baru berarti makin diubahkan menjadi serupa dengan Kristus,
dalam kemuliaan yang semakin besar.
Dengan kata lain, dalam tahun dimensi yang
baru ini, dimensi dan kapasitas rohani kita makin diperbesar (meningkat),
bahkan TUHAN akan “…mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor,
engkau akan tetap naik dan bukan turun,” (Ulangan 28:13-14).
Di Tahun Dimensi Yang Baru ini paling tidak ada 3 (tiga) hal
yang harus kita tingkatkan:
1. Dimensi kasih kita kepada TUHAN dan sesama.
Dimensi kasih seperti apa yang
Tuhan Yesus kehendaki dari kita sesungguhnya? Kasih yang tidak bersyarat
(agape), kasih yang “walaupun/meskipun…” dan bukan kasih yang “kalau…” artinya
kita tetap mengasihi TUHAN dan sesama walaupun kita belum menerima jawaban doa,
walaupun belum mengalami mujizat, walaupun belum melihat pertolongan TUHAN. Dan
bukan sebaliknya: “saya mengasihi TUHAN kalau saya diberkati, kalau saya
ditolong TUHAN, kalau saya menerima mujizat dari TUHAN. Dalam Yohanes 21:15-17,
ketika bertanya kepada Petrus untuk yang pertama dan kedua kali, Tuhan Yesus
bertanya: “apakah engkau mengasihi (agapao/agape) kepada-Ku?”
“Jawab Yesus: "Hukum yang
terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain
yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Markus 12:29-31)
Dalam ayat tersebut diatas,
dimensi kasih yang Tuhan Yesus kehendaki adalah mengasihi TUHAN dengan segenap
hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan. Dan dimensi
kasih kepada sesama adalah seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Mari kita
refleksi diri, apakah dimensi kasih kita sudah seperti yang Tuhan Yesus
kehendaki?
2. Dimensi penyembahan kita kepada TUHAN
Tetapi saatnya akan datang dan
sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam
roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah
itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran." (Yohanes 4:23-24)
Penyembahan kepada TUHAN tentunya
melibatkan segenap keberadaan kita, yakni tubuh, jiwa dan roh. Misal
penyembahan dalam arti yang sempit, dimana kita berdoa, memuji dan menyembah
TUHAN: dengan tubuh kita mengeluarkan suara (menyanyi, bersorak, dll), menari,
bertepuk tangan, melompat, berlutut, tersungkur, dan lain-lain. Dengan jiwa
kita bersukacita, fokuskan pikiran kita menyembah, dengan luapan emosi
(kerinduan, kasih sayang, dll), namun tidak berhenti sampai pada dua
aspek/dimensi itu saja, melainkan juga harus sampai pada dimensi roh, dimana
kita menyembah Dia juga dengan roh kita yang dipenuhi dengan Roh Kudus,
memuliakan TUHAN, berkomunikasi dengan TUHAN, meninggikan TUHAN dengan
berbahasa roh.
3. Dimensi pemberian (persembahan) kita
Memberi persembahan adalah bagian
yang tidak terpisahkan dalam ibadah kita, sekalipun ada gereja yang memasukan
persembahan dalam liturgi ibadah, maupun yang memberikan kebebasan kepada
jemaat untuk memberi persembahan sebelum atau sesudah ibadah ke dalam kotak
persembahan atau nomor rekening yang telah disediakan, prinsipnya persembahan
pasti ada dalam ibadah kita sebagai orang percaya.
Mari kita renungkan dimensi
pemberian/persembahan yang menyentuh di hati Tuhan Yesus.
“Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan
memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak
orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin
dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya
murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang
memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari
kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada
padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Markus 12:41-44)
Memberi dari kelimpahan akan terasa lebih mudah, sebab kita
masih punya pegangan, harapan dan simpanan untuk memenuhi kebutuhan bahkan
keinginan kita. Kita tidak terlalu berpikir bisa makan atau bisa memenuhi
kebutuhan pokok atau tidak setelah memberi. Namun memberi dari kekurangan
bahkan dari seluruh nafkah yang diperoleh, seperti halnya janda yang miskin
adalah soal yang lain lagi. Dibutuhkan iman, kebergantungan kepada Allah,
kasih, ketaatan dan rasa syukur yang besar!
Persembahan sulung yang akan kita bawa di bulan Februari
sesunggunya salah satu bentuk latihan untuk kita meningkatkan dimensi dalam hal
memberi. Banyak dari kita mungkin terbiasa memberi 10%, 20%, 50% bahkan lebih
dari itu. tapi 100% (alias seluruh nafkah kita pada bulan Januari)? Mari masuk
dimensi yang baru dalam memberi! (DL)